Delapan Ilmu Pengetahuan untuk mencapai Keselamatan dan Kebahagiaan - Mustofa Abi Hamid's Blog

Update

Friday, May 21, 2010

Delapan Ilmu Pengetahuan untuk mencapai Keselamatan dan Kebahagiaan

Hatim Al-Asham adalah seorang sahabat Syaqiq Al-Balkhi. Suatu ketikan, Syaqiq bertanya kepada Hatim, "wahai Hatim, sudah tiga puluh tahun kita bersahabat. Apa yang telah kamu peroleh selama ini?" Hatim menjawab,"Aku telah memperoleh delapan ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat. Inilah yang mencukupkan diriku untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Aku berharap keselamatan dan kebahagiaan itu berada didalamnya."

Syaqiq lalu bertanya,"Apa itu, hai sahabatku?" Hatim pun menjawab, "Pertama, aku telah mengamati berbagai macam makhluk. Aku lihat, mereka mempunyai kekasih sebagai tambatan hatinya. Sebagian dari mereka, ada yang didampingi kekasihnya hanya hingga menjelang kematiannya. Ada juga yang didampingi kekasihnya hingga ke liang kubur. Sesudah itu, semuanya kembali dan meninggalkannya sendirian dikuburan. Tidak seorang pun yang bersedia menemaninya masuk ke liang kubur.

Usai melihat kejadian itu, tebersit didalam pikiranku bahwa ternyata kekasih yang paling utama ialah yang menyertai seseorang masuk ke liang kubur dan di temui pada amal saleh. Oleh karena itu, amal saleh kujadikan kekasih, agar kelak bisa menjadi pelita dalam kuburku, menghibur dan tidak meninggalkanku seorang diri.

Kedua, aku lihat kebanyakan manusia hanya memperturutkan kehendak nafunya untuk memenuhi segala hasratnya. Terhadap hal ini, aku camkan firman Allah Swt.: Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggalnya (QS Al-Nazi'a [79]: 40-41). Aku yakin, yang dikatakan Al-Quran itu benar. Aku berjihad dan berjuang menahan hawa nafsuku, berusaha menolak segala keinginanku yang liar hingga ia tunduk, menyerah, dan taat kepada allah Swt.

Ketiga, aku lihat setiap orang membanting tulang untuk memperoleh dan menumpuk kekayaan dunia. Mereka membelanjakannya dengan hemat, bahkan amat kikir. Aku teringat firman Allah Swt., Apa yang disisimu akan lenyap, dan apa yang disisi Allah adalah kekal (QS Al-Nahl [16]: 96). Lalu, segera kubelanjakan harta simpananku untuk mencari ridha Allah: bersedekah kepada fakir miskin dan berjihad di jalan Allah (sabilillah) agar kelak menjadi simpanan di sisi Allah Swt.

Keempat, aku melihat sebagian manusia mengira bahwa kemulian dan ketinggian derajat ditentukan oleh banyaknya kerabat dan keluarga. Lalu, mereka merasa gagah dan bangga jika memiliki kerabat yang banyak. Sebagian dari mereka ada pula yang beranggapan bahwa kemuliaan dan ketinggian martabat terletak pada banyaknya harta dan anak. Dengan kekayaan itu, mereka lalu menepuk dada.

Sebagian yang lain beranggapan bahwa kemuliaan dan ketinggian martabat berada dalam perilaku yang zalim, keserakahan, dan pertumpahan darah antar sesame manusia. Bahkan, ada pula yang berkeyakinan bahwa kemuliaan dan ketinggian martabat terletak pada keborosan, hura-hura, dan menghambur-hamburkan harta. Melihat kenyataan itu, lalu kurenungkan firman Allah Swt., Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling bertakwa diantara kamu (QS Al-Hujurat [49]:13). Maka, kupilih takwa sebagai jalan kemuliaan dan ketinggian martabat. Aku yakin, yang dikemukakan Al-Quran adalah benar. Dan, semua anggapan mereka salah dan tak beralasan.

Kelima, aku melihat manusia hidup saling cela dan saling umpat. Kulihat pangkal semua itu adalah karena kedengkian dalam masalah harta, pengaruh, dan kepandaian. Maka, aku pun merenungkan firman Allah Swt. Apakah mereka yang membagi-bagikan rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami telah meninggalkan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebian mereka data mempergunakan sebaian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik daripada apa yang mereka kumpulkan" (QS Al-Zukhruf [43]: 32). Aku mengerti bahwa pembagian rezeki dan kedudukan telah ditentukan Allah sejak zaman azali. Itu sebabnya, kubuang jauh-jauh sifat iri dan dengki dari dala hati. Kuterima dengan senang hati setiap pemberian Allah Swt.

Keenam, kulihat manusia saling bermusuhan karena berbagai sebab dan tujuan. Maka, kurenungkan kembali firman Allah Swt., Sesungguhnya setan itu musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh-(mu), karena sesungguhnya setan-setan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni meraka yang menyala-nyala." (QS Fahir [35]: 6}. Maka, mengertilah aku bahwa orang yang tidak layak memusuhi orang lain telah kena jaring tipu daya setan.

Ketujuh, aku melihat setiap orang bekerja keras dan memeras keringat untuk mencari makan dan kebutuhan hidup, hingga kadang ia terjatuh ke dalam kesyubhatan, terjerumus dalam hal yang haram dan mencemarkan martabatnya. Maka, kurenungkan kembali firman Allah Swt., Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi, melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya..(QS Hud [11]: 6). Aku pun mengerti bahwa rezeki itu berada pada kekuasaan Allah Swt. Semata. Masalah rezeki, Dialah yang menanggungnya. Oleh karena itu, aku lalu bangkit untuk memelihara ibadah kepada-Nya dan kubuang jauh-jauh rasa loba dan tamak. Hanya kepada-Nya aku menyerahkan sepenuhnya masalah rezeki ini.

Kedelapan, aku sering melihat manusia menyandarkan nasib dan harapannya kepada sesame dan makhluk lain. Sebagian dari mereka ada yang menyandarkan kepada uang dan kebendaan, harta dan kekayaan, perusahaan dan perdagangan. Ada pula yang bergantung kepada sesame manusia. Maka, kembali kuperhatikan dengan sungguh-sungguh firman Allah Swt., dan barang siapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)-nya, sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang di kehendaki-Nya). Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu (QS Al-Thalaq [65]: 3). Oleh karena itu, aku bertawakal kepada Allah Swt. Sebab, hanya Dialah yang dapat mencukupi segala kebutuhanku. Hanya Allahlah sebaik-baik pelindung.

Setelah mendengar keterangan Hatim tersebut, Syaqiq pun berkata, "Semoga Allah memberikan taufik kepadamu, wahai sahabatku."

Hai saudaraku,

Ambillah hikmah dari hikayat diatas untuk menempuh jalan kebenaran.

Mustofa Abi Hamid;
0857.6837.3366
www.mustofaabihanid.blogspot.com

No comments:

Post a Comment

Post Top Ad