Tahun Baru sebagai Momentum untuk Memperbaiki Diri - Mustofa Abi Hamid's Blog

Update

Monday, December 27, 2010

Tahun Baru sebagai Momentum untuk Memperbaiki Diri

Oleh:
Mustofa Abi Hamid
Mahasiswa Pend. Fisika ’09 Universitas Lampung
KaDept. Kajian dan Da’wah KMNU Unila


Waktu terus berputar, tak terasa tahun 1431 H telah meninggalkan kita, dan tahun 2011 M pun telah di depan mata. Tak terasa usia semakin bertambah tua dan jatah umur pun semakin berkurang. Akankah amal perbuatan kita di tahun mendatang menjadi lebih baik? Atau sama saja dengan tahun-tahun sebelumnya? Atau bahkan tahun mendatang amal perbuatan kita lebih buruk dibandingkan tahun sebelumnya?. Tanyakan pada diri kita sendiri yang akan menjawabnya. Segala planning telah disusun sebagai sarana perbaikan diri di tahun baru. Saatnya kita menyiapkan cermin sikap untuk mengintrospeksi, evaluasi dan memperbaiki diri. Kita mengevaluasi sikap dan perbuatan yang telah dilakukan dan mempersiapkan untuk mencapai masa depan yang lebih baik. Hal ini tertuang dalam firman Allah SWT Surat Al-Hasyr Ayat 18:

“Yaa ayyuhalladziina aamanuttaqulloha wal tangdhur nafsum maa qoddamat lighod wattaqulloha innalloha khobiirum bimaa ta’maluuna”

Artinya : “ Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu sekalian kepada Allah, dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan.” ( Q.S. Al-Hasyr : 18 ).

Ayat tersebut menjelaskan agar kita senantiasa bertaqwa kepada Allah SWT dan mengevaluasi kembali apa yang telah dilakukan untuk menata hari esok (akhirat).

Sejenak kita berdiam, merenung, mengingat kembali waktu yang telah berlalu yang kita pergunakan untuk mengarungi bahtera kehidupan, dan proses yang telah kita lakukan selama ini serta hasil yang telah kita raih dari proses tersebut. Adakah titik ketidakpuasan dan kesalahan yang kita perbuat? Semua itu pastilah ada karena kita hanyalah manusia biasa yang tak luput dari khilaf dan dosa.

Kita tengok kembali ‘wajah’ Indonesia di tahun 2010, begitu banyak peristiwa dan bencana yang melanda negeri ini. Masih terngiang dalam ingatan kita dan masih memberikan duka yang mendalam bagi korban bencana. Indonesia menangis, bencana alam silih berganti melanda Indonesia. Banjir, tanah longsor, puting beliung, gempa bumi, tsunami, begitu banyak bencana yang terjadi. Masih teringat jelas bencana banjir bandang yang melanda negeri cendrawasih Wasior Papua Barat hingga menelan banyak korban. Tanah longsor di Tenjolaya, gempa bumi dan tsunami yang meluluhlantakkan tanah minang Mentawai Sumatera Barat, gempa bumi di kepulauan Obi, Papua, Sulawesi Barat dan Sumatera Utara. Hingga yang belum lama ini terjadi lerusan gunung Merapi di Yogyakarta. Gunung Sinabung, Gunung Bromo, dan Gunung Anak Krakatau yang meningkat aktivitasnya. Belum lagi kecelakaan kereta api, pesawat jatuh, dan berbagai kerusuhan yang terjadi di Indonesia, seperti kerusuhan di Tarakan, Buol, dan Koja. Dan tentunya masih banyak lagi peristiwa-peristiwa kelam yang mewarnai Indonesia di tahun 2010.

Bencana yang terus melanda, alam yang semakin tak bersahabat dengan manusia. Sudah menjadi sebuah keharusan bagi kita untuk senantiasa introspeksi diri serta berdoa memohon keselamatan kepada Sang Penggenggam alam ini Allah SWT Robbul izzati.

Setiap perbuatan manusia yang telah dilakukan pada masa lalu, mencerminkan perbuatan diri untuk persiapan di akhirat kelak. Karena hidup di dunia bagaikan satu hari dan keesokan harinya merupakan hari akhirat, merugilah manusia yang tidak mengetahui tujuan utamanya. Tingkatkan ibadah seolah-olah kita akan mari esok, dan bekerjalah seolah-olah kita akan hidup seribu tahun lagi.

Jika kita berfikir tujuan hidup manusia hidup di dunia ini adalah mempersiapkan bekal untuk kehidupan yang kekal yaitu kehidupan di akhirat. Lalu sudahkah perbuatan yang telah dilakukan kita merupakan manifestai kecintaan kita kepada Allah SWT? Sudagkah yang kita lakukan selama ini mencerminkan nilai-nilai ketaqwaan kepada Allah? Mari kita renungkan bersama. Allah SWT berfirman dalam Surat Ad Dzariat ayat 56 :

“ Wa maa kholaqtul jinna wal ingsa illaa liya’buduun”

Artinya : “ Dan tidak Aku ciptakan jin dan manusia kecuali supaya untuk menyembah kepada-Ku.” (Q.S. Ad Dzaariat : 56).

Dalam ayat tersebut jelas bahwa tujuan Allah menciptakan jin dan manusia adalah supaya kita menyembah kepada Allah SWT. Sehingga jelas bahwa tujuan kita hidup di dunia adalah beribadah dan menghamba kepada-Nya agar selamat hidup di dunia dan di akhirat kelak.

Cermin yang paling baik adalah masa lalu, setiap individu memiliki masa lalu yang baik ataupun buruk, dan sebaik-baiknya manusia adalah selalu mengevaluasi dengan bermuhasabah diri dalam setiap perbuatan yang telah dilakukan.

Sebagaimana pesan Khalifah Umar bin Khottob : “ Hasibu Anfusakum qobla antuhasabu “ . ( Hisablah) dirimu sebelum kalian dihisab dihadapan Allah kelak.”

Pentingnya setiap individu menghisab dirinya sendiri untuk mengintrospeksi tingkat nilai kemanfaatan dia sebagai seorang hamba Allah yang segala sesuatunya akan dimintai pertanggungjawabannya di akhirat kelak. Dan sebaik-baiknya manusia adalah yang dapat mengambil hikmah dari apa yang telah ia lakukan, lalu menatap hari esok yang lebih baik.

Barang siapa yang hari ini lebih baik dari hari kemarin maka dialah orang yang sukses, namun bila hari ini masih sama dengan hari sebelumnya maka dialah orang yang merugi dan jika hari ini tahun ini lebih buruk dari hari sebelumnya maka dialah orang yang terlaknat. Sudah menjadi sebuah keharusan untuk memperbaiki diri ri hari dan tahun berikutnya. Untuk itu takwa harus senantiasa menjadi bekal dan perhiasan kita setiap tahun.

Ada beberapa jalan menuju ketakwaan, yaitu :

1. Muhasabah

Yaitu introspeksi diri, evaluasi diri dan meningkatkan kualitas diri dengan selalu mengambil hikmah dari setiap sesuatu yang terjadi dalam diri kita. Sebagai manusia pasti pernah melakukan kesalahan dan kekhilafan namun dengan kesalahan itu kita senantiasa perbaiki. Manusia memang terbatas, namun yang terpenting bagi kita adalah bagaimana kita dapat melejitkan keterbatasan itu menjadi sebuah potensi yang besar untuk sebuah prestasi yang besar pula di hadapan Allah.


2. Mu’ahadah

Yaitu mengingat-ingat kembali jalan yang pernah kita lalui.

Dalam sholat kita senantiasa berdoa dan berjanji kepada Allah SWT bahwa “iyyaaka na’budu wa iyyaakanashta’in.” Hanya kepada-Mu-lah kami menyembah dan hanya kepada-Mu-lah kami meminta pertolongan.

Dan sebuah doa yang juga merupakan ikrar kita bahwa “inna sholaati wa nusuki wa mahyaaya wa mamaati lillaahi ta’alaa”.

Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku, dan matiku semata-mata karena Allah SWT.

Dengan demikian kita ingat-ingat kembali janji dan ikrar kita tersebut. Sehingga dengan mengingat kembali janji dan ikrar tersebut insya Allah kita akan senantiasa menapaki lika-liku kehidupan ini penuh dengan nilai-nilai ketakwaan kepada Allah SWT.

3. Mujahadah

Yaitu bersungguh-sungguh kepada Allah .

Allah SWT berfirnan yang artinya “ Orang-orang yang bersungguh sungguh ( mujahadah) di jalan Kami, maka Kami akan berikan hidayah ke jalan Kami.

Terkadang saat kita beribadah kepada Allah SWT tidak diiringi dengan kesungguhan hati, hanya menggugurkan kewajiban saja, sehingga sholat yang sebagai sarana komunikasi kita dengan Allah hanya sebatas menggugurkan kewajiban tak ada suatu kekhusyu’an dan ketenangan dalam sholat tersebut. Padahal bagi seorang muslim yang menginginkan ketakwaan dengan sebenar-benar takwa maka mujahadah merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam menggapai ketakwaan disamping muhasabah dan mu’ahadah.

4. Muroqobah

Adalah senantiasa merasa diawasi oleh Allah swt Robb penggenggam alam semesta. Inilah salah satu pilar yang harus dimiliki setiap kali mengawali tahun ini dan menutup tahun yang lalu. Muroqobah merupakan jalan takwa yang harus kita persiapkan di lembaran tahun baru ini.

Sebuah kisah ada seorang penjaga kebun buah melon. Pekerjaannya sehari-hari adalah menjaga dan merawat buah melon tersebut. Suatu hari majikan si pemilik kebun melon itu mendatangi penjaga kebun tersebut. Sembari berbincang-bincang sang majikan menyuruh penjaga tersebut untuk memetik buah melon yang masak untuk dimakan sang majikan. Dengan kebingungan akhirnya penjaga melon itupun mematuhi perintah majikannya. Dipetiklah sebuah melon dari kebun itu, lalu sang majikan memakannya. Sang majikan pun terperanjat bukan main, buah melon yang dipetik tadi masih mentah. Penjaga kebun itu disuruh memetik lagi dan alhasil sama kejadiannya dengan yang pertama tadi begitu terus sampai tiga kali sang penjaga tidak bisa memetik buah yang matang untuk majikannya. Akhirnya sang majikan pun bertanya kepada penjaga kebun itu, : “ Sudah bertahun-tahun kamu bekerja kepadaku untuk menjaga dan merawat kebun melonku, apakah kamu tidak bisa memilih buah melon yang matang untuk aku makan?”

Penjaga kebun itu menjawab : “ Maaf tuanku, demi Allah saya tidak pernah memakan satu pun buah melon yang aku rawat ini, karena tuan hanya menyuruh saya untuk menjaga dan merawatnya saja, tidak untuk memakannya, sehingga saya tidak tahu mana buah melon yang sudah matang dan belum. Saya takut kepada Allah, karena Allah senantiasa mengawasi kita di setiap gerak langkah kita di dunia ini.”

Sang majikan pun menangis melihat kejujuran dan sikap yang dimiliki penjaga kebun itu

Terlihat dalam kisah tersebut bahwa seorang penjaga kebun buah melon tersebut memiliki sifat merasa senantiasa diawasi oleh Alloh SWT, sehingga membuatnya untuk senantiasa jujur dan berbuat baik dalam kehidupannya. Muroqobah inilah yang menjadi hal yang sangat penting dalam pencapaian ketakwaan kita di tahun ini dan tahun yang akan datang.

Imam Ghozali mengatakan : “Aku yakin dan percaya bahwa Alloh selalu melihatku dan aku malu berbuat maksiat kepada-Nya.”

Semoga sifat muroqobah ini tertanam dalam diri kita untuk senantiasa meningkatkan iman dan takwa kita kepada Allah SWT.

5. Mu’aqobah

Adalah memberi hukuman kepada diri sendiri manakala diri kita melakukan suatu kesalahan dan kekhilafan. Ini menjadi hal yang penting untuk meningkatkan amal ibadah kita. Sebagai contoh, misalnya kita terlewat sholat lima waktu berjamaah maka hukumlah diri dengan bershodaqoh atau berinfaq. Manakala setelah sholat lima waktu kita tidak membaca alqur’an dan tidak bersholawat kepada Nabi Muhammad maka hukumlah diri dengan menyantuni fakir miskin.

Saat diri kita meninggalkan dan melewatkan suatu amal sholeh maka hukuman kita adalah dengan melakukan amal sholeh yang lain. Jika sikap ini selalu kita budayakan insyaAllah kita akan selalu meningkatkan kualitas ibadah kita.


Mengawali tahun baru 2011 M dan tahun baru 1432 H, mka sudah seharusmya kita lakukan jalan takwa tersebut sehingga dalam mengarungi samudra kehidupan ini mendapatkan ridlo dari Allah SWT.

Wallahu a’lam bish showab.

Wallahu muwaffiq ila aqwamit thoriq.

No comments:

Post a Comment

Post Top Ad